Tonsilitis

A.Pengertian
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman streptococcusi beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes dapat juga disebabkan oleh virus, pada tonsilitis ada dua yaitu :
-Tonsilitis Akut dan
-Tonsilitis Kronik

B.Etiologi
Disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes yang menjadi penyebab terbanyak dapat juga disebabkan oleh virus.
Faktor predisposis adanya rangsangan kronik (rokok, makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan higiene, mulut yang buruk.

C.Patofisiologi
Penyebab terserang tonsilitis akut adalah streptokokus beta hemolitikus grup A. Bakteri lain yang juga dapat menyebabkan tonsilitis akut adalah Haemophilus influenza dan bakteri dari golongan pneumokokus dan stafilokokus. Virus juga kadang – kadang ditemukan sebagai penyebab tonsilitis akut.
1.Pada Tonsilitis Akut
Penularan terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan Epitel kemudian bila Epitel ini terkikis maka jaringan Umfold superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfo nuklear.
2.Pada Tonsilitif Kronik
Terjadi karena proses radang berulang maka Epitel mukosa dan jaringan limpold terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limpold, diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan di isi oleh detritus proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul purlengtan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Jadi tonsil meradang dan membengkak, terdapat bercak abu – abu atau kekuningan pada permukaannya, dan jika berkumpul maka terbentuklah membran. Bercak – bercak tersebut sesungguhnya adalah penumpukan leukosit, sel epitel yang mati, juga kuman – kuman baik yang hidup maupun yang sudah mati.

D. Manisfestasi Klinis
Keluhan pasien biasanya berupa nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan kadang – kadang pasien tidak mau minum atau makan lewat mulut. Penderita tampak loyo dan mengeluh sakit pada otot dan persendian. Biasanya disertai demam tinggi dan napas yang berbau, yaitu :
• Suhu tubuh naik sampai 40 oC.
• Rasa gatal atau kering ditenggorokan.
• Lesu.
• Nyeri sendi, odinofagia.
• Anoreksia dan otolgia.
• Bila laring terkena suara akan menjadi serak.
• Tonsil membengkak.
• Pernapasan berbau.

E. Komplikasi
• Otitis media akut.
• Abses parafaring.
• Abses peritonsil.
• Bronkitis,
• Nefritis akut, artritis, miokarditis.
• Dermatitis.
• Pruritis.
• Furunkulosis.

F. Pemeriksaan Penunjang
• Kultur dan uji resistensi bila perlu.
• Kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.

G. Penatalaksanaan Medis
Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, serta makan – makanan yang berisi namun tidak terlalu padat dan merangsang tenggorokan. Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala. Di pasaran banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan dengan kofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan.
Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat pilihan adalah penisilin. Kadang – kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5 sampai 10 hari.
Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang – kadang dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang tidak adekuat.
• Terapi obat lokal untuk hegiene mulut dengan obat kumur atau obat isap.
• Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5 hari.
• Antipiretik.
• Obat kumur atau obat isap dengan desinfektan.
• Bila alergi pada penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamigin.

DAFTAR PUSTAKA
Belden MD. THT : www. emedicine. com. Last Updated 24 Juni 2003.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI. Jakarta.
Saten S. Chalazion. Taken From : www. emedicine. com. Last Updated : 5 Juli 2007

Leave a comment »

Sistem Pencernaan Pada Manusia

Sistem Pencernaan Pada Manusia

Leave a comment »

Gambar Jantung

Gambar Jantung

Leave a comment »

Video Jantung Kita

Leave a comment »

Video Pemasangan NGT

Leave a comment »

Labioskisis

2.1 Definisi

Labioskisis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior.

Palatoskisis adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi untuk menyatu karena perkembangan embriotik. (sumber : Asuhan Kebidanan Neonatu, Bayi, dan Anak Balita, 2010)

Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.

2.2 Klasifikasi

Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.

1.      palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum.

2.      palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.

3.      suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.

4.      terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui :

1.      Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

2.      Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

3.      Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memnajang hingga ke hidung.

2.3 Etiologi

Penyebab terjadinya labioskisis dan labiopalatoskisis adalah sebagai berikut :

Ø  Faktor  Heriditer

Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.

1.      Mutasi gen.

2.      Kelainan kromosom.

 

Ø  Faktor Eksternal / Lingkungan

1.      Faktor usia ibu

2.      Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid

3.      Nutrisi

4.      Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella

5.      Radiasi

6.      Stres emosional

7.      Trauma, (trimester pertama)

 

2.4 Faktor Resiko

Angka kejadian kelalaian kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu kelainan kongenital yang sering ditemukan, kelainan ini berwujud sebagai labioskizis disertai palatoskizis 50%, labioskizis saja 25% dan palatoskizis saja 25%. Pada 20% dari kelompok ini ditemukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian ini mungkin disebabkan adanya faktor toksik dan lingkungan yang mempengaruhi gen pada periode fesi ke-2 belahan tersebut; pengaruh toksik terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan memisahkan lagi belahan tersebut.

 

2.5 Patofisiologi

Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.

 

2.6 Manifestasi Klinis

Pada labio Skisis :

1.      Distorsi pada hidung

2.      Tampak sebagian atau keduanya

3.      Adanya celah pada bibir

Pada palate skisis :

1.      Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive.

2.      Adanya rongga pada hidung.

3.      Distorsi hidung.

4.      Teraba aa celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.

5.      Kesukaran dalam menghisap atau makan.

 

2.7 Risiko Kejadian Sumbing Pada Keluarga

Risiko sumbing pada anak berikutnya Risiko labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis (%) Risiko palatoskizis (%)
– bila ditemukan satu anak  menderita sumbing
– Suami istri dan dalam keturunan tidak ada yang sumbing. 2-3 2
– dalam keturunan ada yang sumbing 4-9 3-7
– Bila ditemukan dua anak menderita sumbing 14 13
– salah satu orangtuanya menderita sumbing 12 13
– Kedua orangtuanya menderita sumbing. 30 20

 

 

2.8 Komplikasi

Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenanya, yaitu ;

a.       Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.

Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioskizisdan labiopalatoskizis. Adanya labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudaraibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioskizis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioskizis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak urus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga daapt membantu. Bayi yang hanyamenderita labioskizis atau dengan labiopalatoskizis biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi denganlabiopalatoskizis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.

 

b.      Infeksi teinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran.

Anak dengan labiopalatoskizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.

c.       Kesulitan berbicara. Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.

Pada bayi dengan labiopalatoskizis biasanya juga memiliki abnormalitas.pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatu mmole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otototot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasalpada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata “p, b, d, t,h, k, g, s, sh, and ch”, dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.

d.      Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingg perlu perawatan dan penanganan khusus. Anak yang lahir dengan labioskizis dan labiopalatoskizis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk.

e.       Distress pernafasan

f.       Resiko infeksi saluran nafas

g.      Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

2.9 Pemeriksaan Diagnostik

1.      Foto rontgen

2.      Pemeriksaan fisisk

3.      MRI untuk evaluasi abnormal

 

2.10 Pemeriksaan Terapeutik

1.      Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan

2.      Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat

3.      Mencegah komplikasi

4.      Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan

5.      Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan palato; perbaikan dengan pembedahan usia 2-3 hari atau sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan perbaikan.

6.      Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.

 

2.11      Penatalaksanaan

Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang.

2.11.1 Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang:

1.   Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.

2.   Pemasangan Obturator yang terbuat dr bahan akrilik yg elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jd pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tp beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center2 cleft spt Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru sesuai dg pertumbuhan pasien.

3.   Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.

2.11.2    Operasi dengan beberapa tahap, sebagai berikut :

1.      Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi(hidung), evaluasi telinga.

2.      Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.

3.      Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi.

4.      Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau dan Pharyngoplasty.

5.      Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

6.      Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi).

7.      Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

8.      Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan advancementosteotomy LeFORTI

 

2.11.3    Syarat Labioplasti (Rule of Ten)

a.       Umur bulan atau > 10 minggu.

b.      Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon

c.       Hemoglobin > 10 gram/dl

d.      Hitung jenis leukosit < 10.000

 

 

 

2.11.4 Syarat Palatoplasti

Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara, yang penting dalam operasi ini adalah harus memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya agar anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk mencapai kesempurnaan suara, operasi dapat saja dilakukan berulang-ulang. Operasi dilakukan jika berat badan normal, penyakit lain tidak ada, serta memiliki kemampuan makan dan minum yang baik. Untuk mengetahui berhasil tidaknya operasi harus ditunggu sampai anak tersebut belajar bicara antara 1-2 tahun.

  • Jika sengau harus dilakukan tetapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara).
  • Jika terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus dilakukan faringoplasti saat anak berusia 8 tahun.

2.11.4    Faringoplasti

Faringoplasti ialah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang kemudian didekatkan satu sama lain. Pada faringoplasti hubungan antara faring dan hidung dipersempit dengan membuat klep/memasang klep dari dinding belakang faring ke palatum molle. Tujuan pembedahan ini adalah untuk menyatukan celah segmen-segmen agar pembicaraan dapat dimengerti.

Ø  Perawatan yang dilakukan pasca dilakukannya faringoplasti adalah sebagai berikut :

  • menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih
  • bayi diberi makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan kedua tangannya.
  • Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau bubur saring selama 3 minggu dengan menggunakan alat penetes atau sendok.
  • Kedua tangan penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.

2.12  Asuhan

1.      Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.

2.      Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan saat ini adalah member makanan bayi guna memastikan pertumbuhan yang adekuat sampai pembedahan yang dilakukan

3.      Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi berupaya menyusu.

4.      Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang membutuhkan hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak lanjuti dalam satu minggu untuk memeriksa pertumbuhan dan penambahan berat badan.

5.      Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir sumbing,berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makanan alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).

6.      Ketika bayi makan dengan baik dan mengalami penambahan berat badan,rujuk bayi ke rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika memungkinkan untuk pembedahan guna memperbaiki celah tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan kelainan congenital atau bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.

Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan labioskizis biasanya dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya ditutup pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.

 

3.2 Saran

Untuk Labioskizis dan Labiopalatoskizis sangat penting diperlukan pendekatan kepada orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang diperlukan untuk perawatan anaknya.

Leave a comment »

video sel darah merah

Leave a comment »

sel darah merah

Leave a comment »

makanan bayi 0-6 bulan

Makanan bayi 0 -24 bulan

PEMBERIAN MAKANAN ANAK UMUR 0-24 BULAN YANG BAIK DAN BENAR

Sesuai dengan bertambahnya umur bayi/anak, perkembangan dan kemampuan bayi/anak menerima makanan, makanan bayi/anak umur 0-24 bulan dibagi menjadi 4 tahap :

  • a. Makanan bayi umur 0 – 6 bulan
  • b. Makanan bayi umur 6 – 9 bulan
  • c. Makanan anak umur 9 – 12 bulan
  • d. Makanan anak umur 12 – 24 bulan

Pada situasi khusus seperti anak sakit atau ibu bekerja, pemberian makanan bayi/anak perlu penanganan secara khusus.

A. MAKANAN BAYI UMUR 0 – 6 BULAN

1. Hanya ASI saja ( ASI Eksklusif )

Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI terutama pada 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Perlu diingat bahwa ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Menyusui sangat baik untuk bayi dan ibu. Dengan menyusui akan terbina hubungan kasih sayang antara ibu dan anak.

2. Berikan kolostrum

Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama, kental dan berwarna kekuning-kuningan. Kolostrum mengandung zat-zat gizi dan zat kekebalan yang tinggi.

3. Berikan ASI dari kedua payudara

Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong, kemudian pindah ke payudara lainnya, ASI diberikan 8 – 10 kali setiap hari.

INGAT !

• Beri ASI saja sampai umur 6 bulan

• Berikan kolostrum

B. MAKANAN BAYI UMUR 6 BULAN

1. Pemberian ASI diteruskan, diberikan dari kedua payudara secara bergantian

2. Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi sudah memiliki reflek mengunyah. Contoh MP-ASI berbentuk halus antara lain : bubur susu, biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang dilumatkan. Berikan untuk pertama kali salah satu jenis MP-ASI, misalnya pisang lumat. Berikan sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2 sendok makan, 1-2 kali sehari. Berikan untuk beberapa hari secara tetap, kemudian baru dapat diberikan jenis MP-ASI yang lainnya.

3. Perlu diingat tiap kali berikan ASI lebih dulu baru MP-ASI, agar ASI dimanfaatkan seoptimal mungkin. MP-ASI berbentuk cairan diberikan dengan sendok, jangan sekali-kali menggunakan botol dan dot. Penggunaan botol dan dot berisiko selain dapat pula menyebabkan bayi/anak mencret itu dapat mengakibatkan infeksi telinga.

4. Memberikan MP-ASI dengan botol dan dot untuk anak baduta sambil tiduran dapat menyebabkan infeksi telinga tengah, apabila MP-ASI masuk keruang tengah.

5. Memperkenalkan makanan baru pada bayi, jangan dipaksa. Kalau bayi sulit menerima, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit dengan sabar, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut.

INGAT !

  • Teruskan pemberian ASI
  • Berikan ASI lebih dulu, baru MP-ASI
  • Berikan makanan lumat halus 1-2 x sehari

C. MAKANAN BAYI UMUR 6 – 9 BULAN

1. Pemberian ASI diteruskan

2. Pada umur 6 bulan keadaan alat cerna sudah semakin kuat oleh karena itu, bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI lumat 2 x sehari. (cara membuat terlampir).

3. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa/margarin. Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi, disamping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vit A dan zat gizi lain yang larut dalam lemak.

4. Setiap kali makan, berikanlah MP-ASI bayi dengan takaran paling sedikit sbb :

  • Pada umur 6 bulan – beri 6 sendok makan
  • Pada umur 7 bulan – beri 7 sendok makan
  • Pada umur 8 bulan – beri 8 sendok makan
  • Pada umur 9 bulan – beri 9 sendok makan

“ Bila bayi meminta lagi, ibu dapat menambahnya”

D. MAKANAN BAYI UMUR 9 – 12 BULAN

1. Pada umur 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap. Karena merupakan makanan peralihan ke makanan keluarga, bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur, lambat laun mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga.

2. Berikan makanan selingan 1 kali sehari. Pilihlah makanan selingan yang bernilai gizi tinggi, seperti bubur kacang ijo, buah, dll. usahakan agar makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihannya terjamin.

3. Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan. Campurkanlah ke dalam makanan lembik berbagai lauk pauk dan sayuran secara berganti-ganti (terlampir). Pengenalan berbagai bahan makanan sejak usia dini akan berpengaruh baik terhadap kebiasaan makan yang sehat dikemudian hari.

INGAT !

  • Teruskan pemberian ASI
  • Berikan makanan lunak 3 kali sehari dengan takaran yang cukup
  • Berikan makanan selingan 1 kali sehari
  • Perkenalkan bayi dengan beraneka ragam bahan makanan

E. MAKANAN ANAK UMUR 12 – 24 BULAN

1. Pemberian ASI diteruskan. Pada periode umur ini jumlah ASI sudah berkurang, tetapi merupakan sumber zat gizi yang berkualitas tinggi.

2. Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan. Disamping itu tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari.

3. Variasi makanan diperhatikan dengan menggunakan Padanan Bahan Makanan. Misalnya nasi diganti dengan: mie, bihun, roti, kentang, dll. Hati ayam diganti dengan: tahu, tempe, kacang ijo, telur, ikan. Bayam diganti dengan: daun kangkung, wortel, tomat. Bubur susu diganti dengan: bubur kacang ijo, bubur sumsum, biskuit, dll.

4. Menyapih anak harus bertahap, jangan dilakukan secara tiba-tiba. Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit.

INGAT !

  • Teruskan pemberian ASI
  • Berikan makanan keluarga 3 kali sehari
  • Berikan makanan selingan 2 kali sehari
  • Gunakan beraneka ragam bahan makanan setiap harinya.

Sumber: Buku Pedoman Pemberian Makanan Pendamping ASI

 

Leave a comment »

ASKEP PADA ANAK DENGAN CONGENITAL DISLOCATION OF HIP

1.1  LATAR BELAKANG

Beberapa anak yang lahir dengan masalah pinggul disebut dislokasi pinggul bawaan (displasia). Kondisi ini biasanya didiagnosis segera setelah bayi lahir.Sebagian besar waktu, hal itu mempengaruhi pinggul kiri pada anak pertama lahir, perempuan, dan bayi lahir dalam posisi sungsang.

Bagian atas tulang paha (femur) berbentuk seperti bola dan cocok ke dalam cangkir pencocokan (acetabulum) pada sisi luar panggul. Berbagai masalah dapat mempengaruhi pinggul bayi karena berkembang. Terkadang bola tidak terletak dengan aman dalam soket dan dipindahkan dari itu: ini adalah apa yang dimaksud dengan dislokasi. Kadang-kadang, meskipun bola dalam soket, dapat menyelinap masuk dan keluar dari tempatnya. Ini adalah apa yang dimaksud dengan pinggul yang dislocatable. Kadang-kadang meskipun pinggul yang dalam soket tidak mendalam di tempat dan kita sebut pinggul ini ‘subluxated’. Akhirnya, pada beberapa anak meskipun pinggul yang di tempat yang tepat soket tidak tumbuh dengan baik dan terlalu dangkal. Jika soket pinggul dangkal ini memungkinkan bola untuk bergerak dari posisi seharusnya menempati. 1 sampai 2 dalam 1.000 bayi yang lahir mungkin memiliki pinggul yang terkilir saat lahir. Sebuah kelompok yang sedikit lebih besar dari anak-anak memiliki pinggul yang tidak aman dalam soket atau soket adalah dangkal dari yang seharusnya. Secara umum, anak perempuan lebih mungkin akan terpengaruh dibandingkan anak laki-laki. Pinggul kiri lebih sering terkena daripada sisi kanan.

1.2  TUJUAN

1.      Menjelaskan pengertian Congenital dislocatoin of hip

2.      Menjelaskan etologi Congenital dislocatoin of hip

3.      Menjelaskan patologi Congenital dislocatoin of hip

4.      Menjelaskan manifestasi klinis Congenital dislocatoin of hip

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1  Pengertian

Congenital dislocatoin of hip atau biasa disebut pergeseran sendi atau tulang semenjak lahir. Suatu bentuk kelainan pada persendian yang ditemukan pada bayi baru lahir.Congenital dislocatoin of hip terjadi dengan kejadian 1,5 per 1.000 kelahiran dan lebih umum terjadi pada anak perempuan dibanding anak laki-laki.penyebab hal ini belum diketahui tapi diduga melibatkan faktor genetik.

Kelainan ini sering dijumpai pada:

• Anak pertama

• Bayi perempuan

• Riwayat dislokasi pada keluarga.

• Bayi dalam letak bokong

kriteria untuk mengetahui diagnosis congenital dislocation dapat dilakukan dengan secara fisik dan radiografi.tanda-tanda klinis tertentu telah diidentifikasi yang membantu dalam mengevaluasi bayi yang baru lahir.diantaranya:

• pinggul tertekuk, karena shortening dan kontraksi adductors hip

• peningkatan kedalaman atau asimetri dari inguinalis atau lipatan paha;

• pemendekan satu kaki;

• posisi bawah lutut sisi terpengaruh ketika lutut dan pinggul yang tertekuk, karena lokasi femoralis posterior kepala untuk acetabulum dalam posisi ini;

• Barlow’s test (“bunyi yang keluar” atau dislokasi sign);

• telescoping atau tindakan pistoning paha, karena kurangnya penahanan kepala femoralis dengan acetabulum;

• Trendelenburg – drop pinggul normal ketika anak berdiri pada kedua kaki, mengangkat tungkai dan dikenakan berat pada sisi yang terkena.


2.2. Etiologi

Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
congenital dislocation of hip biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang sedemikian rupa karena cacat bawaan.

Kebanyakan bayi yang lahir dengan Congenital dislocatoin of hip memiliki orang tua yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Seorang wanita hamil yang telah mengikuti semua nasihat dokternya agar kelak melahirkan bayi yang sehat, mungkin saja nanti melahirkan bayi yang memilii kelainan bawaan. 60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui; sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya.

• Teratogenik

Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan.Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen.

• Gizi

Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik.Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.

• Faktor fisik pada rahim

Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.

• Faktor genetik dan kromosom

Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua.Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.

 Informasi yang diperoleh dari ortopedi Radiologi oleh Adam Greenspan tentang Congenital dislocatoin of hip tentang pergeseran pada panggul adalah:

a) Y-line adalah garis yang ditarik melalui bagian superior dari tulang rawan triradiate. Pada bayi normal, jarak yang diwakili oleh baris (ab) tegak lurus garis-Y pada titik paling proksimal leher femoralis harus sama di kedua sisi panggul, sebagaimana seharusnya jarak diwakili oleh garis (bc) ditarik bertepatan dengan garis-Y medial ke lantai acetabular. Pada bayi usia enam sampai tujuh bulan, nilai rata-rata untuk jarak (ab) menjadi 19,3 mm + / – 1,5 mm; untuk jarak (bc), 18,2 mm + / – 1,4 mm. Indeks acetabular adalah sudut yang dibentuk oleh garis singgung ditarik ke atap acetabular dari titik (c) di lantai acetabular pada garis-Y. Nilai normal dari sudut ini berkisar antara 25 derajat hingga 29 derajat. Garis Shenton-Menard adalah busur berjalan melalui aspek medial leher femoralis di perbatasan unggul foramen obturatorius.. Harus halus dan tak terputus.

b) Garis Perkins-Ombredanne ditarik tegak lurus dengan garis-Y, melalui tepi paling lateral acetabular tulang rawan kaku, yang benar-benar sesuai dengan spina iliaka anteroinferior pada bayi baru lahir normal dan bayi, aspek medial femur atau leher kaku modal femoral epiphysis jatuh di dalam kuadran yang lebih rendah. Munculnya salah satu dari struktur di kuadran luar atau lebih rendah menunjukkan subluksasi atau dislokasi pinggul.

c) The Rosen von Andren-line,, yang diperoleh dengan setidaknya 45 derajat dari pinggul dan rotasi internal, digambarkan sepanjang sumbu longitudinal batang femoralis. Dalam pinggul normal, memotong panggul di tepi atas acetabulum tersebut.

d) Dalam subluksasi atau dislokasi pinggul, baris membagi-dua atau jatuh di atas tulang belakang anteorsuperior iliaka.

 

2.3 Anatomi

Dalam dislokasi pinggul, bola di bagian atas tulang paha (kepala femoral) tidak duduk aman di soket (acetabulum) dari sendi pinggul. Ligamen di sekitarnya juga mungkin longgar dan menggeliat. Bola mungkin kendur dalam soket atau benar-benar di luar itu.

2.4 Patofisiologi

Dysplasia perkembangan pinggul (developmental dysplasia of the hip, DDH),atau congenital dislocation of the hip, merupakan ketidaknormalan perkembangan antara kaput femur dan asetabulum. Pinggul merupakan suatu bonggol (kaput femur) dan mangkuk (asetabulum) sendi yang memberikan gerakan dan stabilitas pinggul. Terdapat tiga pola dalam CDH :

1.      Dysplasia asetabular (perkembangan tidak normal )- keterlambatan dalam perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput femur tetap dalam asetabulum ;

2.      Subluksasi – dislokasi pinggul yang tidak normal ; kaput femur tidak sepenuhnya keluar dari asetabulum dan dapat berdislokasi secara parsial ; dan

3.      Dislokasi – pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak bersentuhan dengan asetabulum. DDH pada akhirnya dapat berkembang menjadi reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau dysplasia akibat perubahan adaptif yang terjadi pada jaringan dan tulang yang berdekatan.

 

2.5 Manifestasi klinis


• Pergerakan yang terbatas di daerah yang terkena

• Posisi tungkai yang asimetris

• Lipatan lemak yang asimetris

• Setelah bayi berumur 3 bulan : rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi yang terkena tampak memendek.

• ilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.

• Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi.

• Nyeri


2.6 Pemeriksaan diagnosik

Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG,pada bayi yang agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen.

1) Rontgen

Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma

2) Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI

Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

2.7 Penatalaksanaan

1) Pada awal masa bayi, agar kaput femoralis tetap berada dalam kantungnya, bisa dipasang alat untuk memisahkan tungkai dan melipatnya ke arah luar (seperti kodok).

2) Jika posisi diatas sulit dipertahankan, bisa digunakan gips yang secara periodik diganti sehingga pertumbuhan tulang tidak terhambat.

3) Jika tindakan tersebut tidak berhasil atau jika dislokasi diketahui setelah anak cukup besar, maka dilakukan tindakan pembedahan.

 PENGKAJIAN

 Pengkajian
– Pengkajian musculoskeletal

– Kaji tanda iritasi kulit

– Kaji respon anak terhadap traksi dan immobilisasi dalam balutan gips

– Pasca operasi kaji tanda vital dan drainase luka

– Kaji tingkat perkembangan anak

– Kaji kesiapan orang tua untuk merawat di rumah

 

3.2  DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (boedihartono,1994).


a.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi

b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi

c.        Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh

 

3.3  RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi

Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang

 criteria hasil : Nyeri berkurang, Klien tampak tenang

• Kaji tingkat nyeri

• Beri posisi rileks

• Ajarkan tekhnik relaksasi

• Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

• Kolaborasi pemberian analgetik


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi

Tujuan :Klien dapat bergerak bebas

Kriteria hasil :Klien dapat bergerak bebas

• Kaji tingkat mobilisasi klien

• Beri latihan ROM

• anjurkan alat bantu jika dibutuhkan

 


3. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh

Tujuan :Masalah klien teratasi

kriteria hasil :Klien dapat menungkapkan masalahnya

• kaji konsep diri

• bantu klien mengungkapkan masalahnya

• bantu klien mengatasi masalahnya       

 

3.4 EVALUASI

Hasil yang diharapkan

1.      Pinggul bayi atau anak akan tetap pada posisi yang diharapkan

2.      Kulit bayi atau anak akan tetap utuh tanpa kemerahan atau kerusakan

Orang tua akan mendemonstrasikan aktivitas perawatan untuk mengakomodasi alat bantu pengoreksi bayi / anak atau gips spika pinggul.

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1  Kesimpulan

1.      CDH adalah deformitas ortopedik yang didapat sebelum atau saat kelahiran, kondisi ini mengacu pada malformasi sendi panggul selama perkembangan janin.

2.      Etiologi dari CDH yaitu 1.teratogenik; 2.gizi; 3.faktor fisik pada rahim; 4.faktor genetic dan kromosom.

3.      Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG, pada bayi yang agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen,scan tulang, tomogram, CT scan/MRI.

4.      CDH  terjadi dengan kejadian 1,5 per 1000 kelahiran dan lebih umum terjadi pada anak perempuan disbanding anak laki-laki.kelainan yang sering dijumpai pada 1.anak pertama; 2.anak perempuan; 3.riwayat dislokasi pada keluarga; 4.bayi dalam letak bokong.

4.2    Saran

Agar para ibu menjaga gizi pada saat masa kehamilan .Salah satu yang paling penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Hindari factor-faktor yang dapat menyebabkan CDH misalnya sinar rontgen, radiasi, dan penggunaan obat-obatan.

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      http://hasgurstika.blogspot.com/2011/02/askep-cdh.html

2.      Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta EGC.

 

Leave a comment »